WISATA ALAM BATIK MATOA KHAS KECAMATAN SUKOREJO

 


Gambar 1. Batik Warna Alam

Industri batik di Indonesia umumnya merupakan industri kecil menengah (UKM) yang menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat. Sebagian besar masyarakat Indonesia telah menganal batik baik dalam coraknya yang tradisionil maupun modern. Industri batik di Indonesia tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa yang kemudian menjadi nama dari jenis-jenis batik tersebut seperti Batik Matoa dari daerah Kecamatan Sukorejo. Batik ini merupakan batik khas daerah Sukorejo dengan ciri motif yang digunakan terinspirasi dari buah matoa yang banyak ditemukan didaerah ini. Potensi buah ini yang aslinya berasal dari daerah Papua oleh Camat Sukorejo yaitu Diano Vela Verry dikembangkan di desa-desa Kecamatan Sukorejo termasuk di Desa Gunting ini. Dimana keberadaan buah matoa ini diharapkan dapat menjadikan Kecamatan Sukorejo sebagai City of Matoa.

Gambar 2. Fery Sugeng Santoso, Pengrajin Batik Matoa

Batik ini dirintis pada tahun 2015 yang dikerjakan oleh Fery Sugeng Santoso, yang juga termasuk penggagas Batik Matoa. Dibandingkan dengan batik lainnya, batik Matoa memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya terletak pada motif Sarono Raharjo yang menghiasi setiap helai kain batik itu sendiri dengan buah dan bunga serta batang matoa. Motif Sarono Raharjo sendiri memiliki arti sarana yang membawa kesejahteraan bagi sesama. Menurut Fery, sang pengrajin batik menyatakan bahwa seluruh batik yang dibuatnya merupakan lukisan tangan atau termasuk jenis batik tulis dengan menggunakan pewarna alami murni dan dikerjakan oleh 8 orang karyawan.

Proses pembuatan atau produksi batik matoa untuk selembar kainnya memerlukan waktu antara 2-3 hari. Karena pembuatan batik ini dikerjakan secara detail dan teliti serta batik ini termasuk dalam jenis batik tulis. Berdasarkan informasi yang didapatkan, hasil kain batik yang telah jadi dibuat menjadi seragam perangkat pemerintahan Sukorejo, mulai dari kepala desa dan perangkatnya, KUD, Perusahaan serta masyarakat umum. Rata-rata jumlah pesanan yang diterima berjumlah lebih dari 500 lembar dengan patokan harga sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 4,5 juta. Pemakaian batik matoa sebagai seragam juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan sebagai bentuk identitas wilayah Sukorejo serta untuk menghargai hasil karya daerah sendiri.

Pemasaran batik matoa ini oleh pengrajin dilakukan dengan menghadiri acara pameran yang diselenggarakan oleh beberapa event. Hal ini bertujuan agar pelanggan dapat melihat secara langsung bagaimana bentuk dari batik matoa serta bahan kain yang digunakan. Sehingga pelanggan dapat mengidentifikasi mengenai kualitas produk yang dihasilkan dimana hal tersebut dapat menarik pelanggan karena kualitas yang ditawarkan. Pengrajin menghindari teknik pemasaran secara online atau melalui e-commerce karena untuk menghindari adanya plagiasi serta pelanggan tidak bisa melihat secara langsung sehingga dikhawatirkan mengurangi tingkat kepercayaan pelanggan.